Tim Van Damme Inspired by Tim Vand Damme

About me

Wawan Hadinata
me?? who am i?? ah..hanya seorang mahasiswa yang sedang mendalami akuntansi, suka membaca, sedang belajar menulis, suka travelling (salah satu obsesi terbesar adalah keliling dunia), suka mempelajari sifat dan tingkah laku manusia di sekitar saya (in my own way, i call it "study human"), suka menghayal sebelum tidur (bagi saya menghayal sama dengan berdoa). kata teman-teman, saya berkepribadian melankolis, saya juga merasa kalau saya introvert, tapi bukan anti sosial :)
Lihat profil lengkapku

Blog

Sabtu, 14 Mei 2011

My Plan vs God's Plan..#Chapter - 3

0 komentar

Chapter 3  - God's Plan

Apa yang saya alami ini bisa disebut sebagai “dream comes true,” tapi, dalam hal ini mimpi buruk. Saya kembali teringat bagaimana sumpah yang terucap dari bibir manis saya bahwa setelah tamat SMA saya tidak ingin lagi bertemu dengan yang namanya hitung-hitungan dan rumus-rumus dan di sinilah saya terdampar sekarang, di fakultas matematika dan ilmu pengetahuan alam, lembah ilmu pasti. di sini tidak ada istilah “saya agak mengerti”, “saya mengerti sedikit”, “saya lumayan mengerti” atau penghalusan kata yang lain, di sini seperti kata Albert Einstein “if you can’t explain it to a six years old,  you don’t understand it yourself”, hanya ada dua, mengerti secara keseluruhan atau tidak mengerti sama sekali. Di tempat ini jangan berharap ketika ujian bisa mengarang jawaban, jangan harap bisa memulai jawaban dengan kalimat “menurut saya..” apalagi kalau berani membuat jawaban “menurut saya, theorema phytagoras itu salah”, bisa dilempar keluar jendela dari lantai tiga oleh professor matematika di sana, dan mungkin setelah jatuh ke tanahpun masih dilempar sendal dari atas.

Sebenarnya terdampar di FMIPA tidaklah terlalu buruk bagi saya, justru seharusnya ini menjadi sesuatu yang keren, menjadi seorang mathematical engineer atau mathematician sepertinya lebih dari cukup untuk memikat para wanita. yang buruk itu adalah status saya di sini sebagai mahasiswa non-reguler. kalau diibaratkan Fakultas ini sebagai negara India, maka kasta kami para anak-anak non-reg adalah kasta sudra, kasta rendahan, dibawah anak-anak SNMPTN dan PBUD, menyedihkan sekali. banyak diskriminasi yang kami dapatkan, mulai dari biaya kuliah yang jauh lebih mahal sampai dengan susahnya mendapat bea siswa. Ketika hari pertama masuk kampus, saya dapat merasakan perbedaan kasta yang mencolok ini, walaupun semua mahasiswa baru memakai seragam baju putih dan celana hitam, namun perbedaan kasta ini langsung bisa terasa hanya dengan memandang wajah mereka. Anak-anak PBUD bisa disebut kasta brahmana, mereka memasuki kampus ini dengan mulus tanpa rintangan tes apa pun, di hari pertama itu mereka terlihat bergerombol dan saling bercanda dengan temannya karena mereka sudah mengikuti matrikulasi selama 2 bulan, jadi mereka sudah punya banyak teman. Anak-anak SNMPTN bisa disebut kasta ksatria, mereka datang dengan Chest up and Confidence, mereka memasuki kampus ini setelah melibas habis ratusan ribu saingan (salah satunya saya,hiks hiks..) ketika ujian SNMPTN. dan kami-kami ini bisa disebut kasta sudra, memasuki kampus dengan tampang bego dan plang-plongo tidak karuan, berusaha mencari teman satu kasta. Penderitaan seperti ini semakin terasa setiap kali berkenalan dengan teman baru, saya sudah berusaha membawa topik pembicaraan ke berbagai arah mulai dari urusan dunia sampai siksa akhirat namun ujung-ujungnya pertanyaan yang menusuk itu akan tetap keluar, pertanyaan itu berbunyi “kamu lulus jalur apa? SNMPTN atau PBUD?”, lidah saya kelu untuk menjawabnya.

Ternyata kampus ini tidak terlalu kejam, mereka tidak memisahkan kelas berdasarkan jalur masuk, semuanya dicampur. Saya senang sekali karena dengan adanya kebijakan ini sepertinya perbedaan kasta tidak akan terlalu kontras. Tapi, asumsi saya salah, pernah sekali ketika mata kuliah Kalkulus I, saya duduk di baris paling depan, sebelum memulai kuliah tiba-tiba si dosen langsung menguji kami dengan sebuah pertanyaan tentang diferensial. Ketika otak saya yang canggih ini baru mulai bekerja dan bukannya menemukan jawaban tapi malah muncul pertanyaan baru yaitu “what was the question again?” dari sudut belakang ruangan seorang anak dengan penuh percaya diri menjawab dengan lancar dan santai. Anak ini bernama arbie, dia ini “freakishly genius” dan dia anak PBUD. Bercampur dengan anak-anak PBUD dan SNMPTN malah membuat saya merasa kasta saya mengalami downgrade, dari kasta Sudra menjadi kasta Paria, kasta orang-orang buangan, sedih sekali.

Seperti kata orang-orang bahwa “happiness doesn’t come from doing what we like to do, but from liking what we have to do”, saya berusaha berdamai dengan keadaan yang ada. saya berusaha untuk mencintai matematika, walaupun susahnya luar biasa, tapi seperti kata pepatah jawa bahwa “witing tresno jalaran soko kulino (cinta tumbuh karena terbiasa)” lama-lama saya mulai bisa melihat keindahan dan kecantikan dari matematika. saya sering menghabiskan waktu mendekam di sudut perpustakaan. Saya semakin mengagumi matematika, bagi saya ilmu pengetahuan tertua kedua setelah filsafat ini adalah “language of the universe, bahasa alam semesta. Pernah suatu ketika saya sedang di dalam perpustakaan jurusan, saya iseng-iseng melirik rak buku berbahasa inggris, saya kaget luar biasa, saya seperti menemukan harta karun. Saya menemukan banyak buku yang diterbitkan Harvard University di sana, tertulis di buku itu proyek pengadaan buku oleh PEMDA RIAU tahun 1980-an. Saya tidak perduli seberapa tua buku itu, matematika bukanlah undang-undang perpajakan yang berubah tiap tahun, matematika dari zaman Blaise Pascal masih ingusan sampai sekarang tetaplah sama. Saya tidak menyangka harta karun ini telah terkubur di sana puluhan tahun, dan ketika saya lihat di bagian belakang buku itu, saya lebih kaget lagi, sudah lebih dari 20 tahun buku itu di sana tapi baru pernah dipinjam sekali, students here, they don’t know what they missed.

Setahun saya habiskan bercanda dan bercengkerama dengan Aljabar, Geometry, Kalkulus dan beberapa spesies sejenisnya. saya memang mengagumi matematika, tapi bukan berarti secara otomatis matematika menjadi mudah buat saya, math is freakishly difficult. Mulai dari menyelesaikan matrix berordo besar yang beranak-anak melahirkan matrix berordo lebih kecil waktu kuliah aljabar, mempelajari ruang 3 dimensi yang ternyata tidak senikmat menonton film 3D, sampai dengan menyelesaikan persamaan integral yang jawabannya malah terasa lebih njelimet daripada soalnya. Kalau dideskripsikan dengan kata-kata kira-kira seperti inilah ruwetnya menyelesaikan integral itu, jika ada soal hitunglah integral dari secan empat x kurang satu kuadrat dx, maka jawabannya adalah satu per empat tangen empat x kurang satu per dua logaritma natural secan empat x tambah tangen empat x tambah x tambah C (sepertinya bahasa matematika tidak terlalu cocok dimasukkan ke sastra), itu hanyalah salah satu dari  bentuk integral yang wajar, dan berita dukanya adalah masih ada yang namanya integral tak wajar, yang wajar saja sudah bikin saya kena muntaber, bagaimana integral yang tak wajar?

To make a long story short, 2 semester telah berlalu, pada saat itu semua tes-tes PTN kembali dibuka. Saya berambisi untuk mengikuti semua tes yang ada, bukan untuk pindah universitas, tapi hanya sekedar pembuktian diri dan syukur-syukur kalau saya misalnya lulus SNMPTN kasta saya bisa terangkat sedikit. Namun sayang sungguh sayang, ternyata kemampuan finansial saya tidak sebesar ambisi saya, harga formulir pendaftaran cukup mahal. Duit saya tidak cukup untuk membeli banyak formulir, maka saya memutuskan untuk mengikuti USM STAN. Alasannya cukup klasik, harga formulirnya paling murah dibandingkan yang lain, Rp 100.000 saja. Terlebih lagi pada waktu itu adalah pertama kalinya USM STAN diadakan di Pekanbaru. Saya tidak memberi tahu siapapun bahwa saya akan mengikuti USM STAN, termasuk keluarga saya sendiri. Sudah terlalu sering saya mengecewakan orang tua saya, saya tidak ingin menambah lagi kekecewaan itu dengan mengirim berita kalau saya tidak lulus USM STAN, itulah kenapa saya bahkan tidak meminta uang untuk membeli formulir pendaftaran.

Setelah melalui proses pendaftaran e-reg yang membuat saya ber-istighfar dan mengumpat sama banyaknya karena mengakses situs USM STAN susahnya minta ampun, saya akhirnya menyelesaikan semua berkas pendaftaran dan mendapat kartu tanda peserta ujian. Saya juga membeli buku kumpulan soal-soal USM STAN. Sampai di rumah saya coba intip sedikit isi buku itu dan tersenyum sinis, tesnya terbagi tiga bagian Tes Potensi Akademik (TPA), bahasa indonesia, dan bahasa inggris. di halaman-halaman awal saya menemukan soal-soal matematika dasar. sebagai mahasiswa jurusan matematika yang sehari-harinya bercengkerama dengan kalkulus, geometri, dan aljabar, sambil nonton sinetron cinta fitri season 7 juga itu soal-soal bisa saya jawab. Dengan sombongnya buku itu saya lempar ke tumpukan buku-buku di sudut kamar, saya pun berlalu menuju kemana hati membawa saya, yang ternyata hati saya membawa saya ke warung nasi padang, lapar soalnya.

Sembari menunggu hari ujian tiba, saya menghabiskan waktu saya di perpustakaan wilayah provinsi Riau, katanya ini adalah perpustakaan terbesar se-asia tenggara, hebat sekali. hampir setiap hari saya ke sini. Tempat nongkrong favorit saya yang lain adalah toko buku Gramedia, dengan bermodalkan bayar parkir Rp 1000 saya bisa membaca buku-buku best seller yang baru terbit, saya tinggal ambil buku yang saya suka, lalu pergi ke sudut toko yang sepi lalu membaca dengan khidmat di sana. Selama lebih kurang 3 minggu, saya berhasil menamatkan beberapa buku dengan cara seperti ini. Ini bukan karena saya tidak mampu membeli buku-buku tersebut, tapi kalau bisa baca gratis kenapa harus beli? (ini ajaran sesat, aliran wawaniyah, Hati-Hati !!!!)

Satu hari menjelang USM STAN, saya teringat bahwa saya pernah membeli buku panduan USM STAN, saya coba mengerjakan soal-soal yang ada di buku itu. Saya sudah mengerjakan paket soal lima tahun terakhir dan akhirnya saya menyadari bahwa saya dalam masalah, dari tadi saya belum berhasil melewati nilai mati untuk bagian bahasa Indonesia. Saya lupa bahwa dari ketiga bagian tes itu ada nilai mati, yaitu harus benar minimal satu per tiga dari jumlah soal, dan dari tadi untuk bahasa Indonesia saya tidak berhasil melewati nilai mati tersebut. Saya lupa bahwa sudah lebih setahun saya tidak mempelajari bahasa Indonesia, saya mulai bongkar lagi buku-buku sma dan membaca-baca materi pelajaran bahasa Indonesia waktu SMA. Malamnya saya kembali mengerjakan soal prediksi untuk USM tahun 2009, setelah mengerjakan dan waktunya habis, dengan harap-harap cemas saya cocokkan jawaban saya dengan kunci jawaban di buku, akhirnya saya tetap tidak bisa melewati nilai mati untuk bahasa Indonesia, sayapun pasrah.

Besoknya, saya berangkat menuju ke lokasi ujian tanpa menaruh harapan apa-apa, saya merasa saya baru saja membuang uang Rp 100.000, saya mulai membayangkan berapa banyak kerupuk yang bisa saya beli dengan uang sebesar itu.  Saya duduk dalam ruangan dengan lesu sampai akhirnya si pengawas membacakan tata tertib dan prosedur ujian, suara pengawas ini terasa seperti angin surga ketika dia mengatakan “ujian terbagi atas dua bagian, TPA dan Bahasa Inggris”

“ujian terbagi atas dua bag-WHAT? Bukankah seharusnya tiga bagian?” saya kaget dan mengira bahwa pendengaran saya salah, Ketika soal ujian dibagikan keajaiban itu benar-benar terjadi, bagian Bahasa Indonesia hilang, sebuah keajaiban level tinggi yang hanya tuhan yang bisa melakukannya. Selanjutnya tidak usah saya ceritakan, mau mereka menampilkan Nurman Kamaru menari chaiya chaiya di dalam ruangan itupun tidak akan menjadi masalah bagi saya, masalah saya hanya bahasa Indonesia.

Satu bulan setelah ujian, liburan telah usai, saya kembali memasuki kampus. Satu hari menjelang pengumuman hasil USM saya tidak merasa nervous, karena bagi saya there is nothing to lose, kalau lulus ya Alhamdulillah, kalau tidak lulus saya tinggal melanjutkan kuliah. Pada malam sebelum pengumuman, saya pergi ke masjid untuk mendengarkan ceramah, tema ceramah yang disampaikan ustadz itu membuat saya tersenyum pahit. Isi ceramah itu seperti pertanda buruk bagi saya, seperti tuhan memberitahu lebih awal. Besoknya adalah pengumuman kelulusan USM STAN dan malam ini tema ceramahnya adalah “Hikmah Sabar dalam Menerima Kegagalan Hidup”, ustadz ini benar-benar pandai dalam memilih tema.

Besoknya saya pergi ke warnet dengan hati yang sudah kecewa duluan gara-gara mendengar ceramah agama tadi malam, tapi ternyata tuhan itu juga punya selera humor, dia hanya bercanda tadi malam, dari lima nama yang lulus USM STAN dari daerah Pekanbaru nama saya adalah salah satunya. Ketika keluar dari warnet saya mempelajari satu hal lagi bahwa terkadang anugerah dan musibah itu datang secara bersamaan, sepatu saya hilang. Tapi tak apa, hati saya sedang senang, saya ikhlas, saking senangnya sendal jepit butut beda warna yang saya ambil di warnet itupun terasa sangat keren. dari warnet saya menuju masjid kampus dan berbaring di masjid menunggu adzan zuhur.

Ketika berbaring dan merenung di teras masjid, pikiran saya terlempar ke setahun yang lalu, saya baru menyadari betapa sebuah scenario yang disiapkan Allah itu luar biasa indahnya. Saya sadar kenapa Allah tidak membiarkan saya jadi guru, karena jika ini terjadi entah sudah berapa banyak siswa yang tersesat karena saya, karena setiap ada teman yang minta penjelasan tentang materi kuliah pada saya, saya bukannya memberikan penjelasan tapi malah memberikan pengkaburan yang membuat kening teman-teman saya mengkerut. Saya juga senang Allah tidak membiarkan saya kuliah di kedokteran, karena melihat buku-buku kedokteran di kamar kakak saya yang saking tebalnya bisa dijadikan bantal dan setiap kali saya coba membaca buku-buku itu baru sampai daftar isi mata saya sudah berkunang-kunang. Saya juga menyadari kenapa tuhan malah meluluskan saya di jurusan matematika yang membuat saya mudah mengerjakan soal-soal TPA dan bagaimana Allah mengerti bahwa saya tidak bisa melewati ujian bahasa Indonesia, dengan begitu mudahnya ia menghilangkan ujian tersebut dari USM STAN.

Sejak saat itu saya paham dengan apa yang disebut “things happened for a reason”, selalu ada alasan dibalik apa yang saya alami, walaupun itu musibah terbesar sekalipun. Saya mulai bisa menerima semua hal-hal buruk yang menimpa saya bahkan bagi saya tidak ada lagi yang namanya hal buruk, Because I believe that all the bad stuffs will lead to something good. All the bad stuffs are part of the plan, God’s plan. And you just got to believe that..

‘’..God has bigger plan for you than you had for your self..”
Read more

Minggu, 01 Mei 2011

My Plan vs God's Plan..#Chapter 2

2 komentar


Chapter 2 – why me???

Setelah melalui pertarungan berdarah-darah melawan matematika,fisika,kimia dan beberapa spesies sejenisnya, akhirnya UN berakhir juga. Mengingat betapa beratnya mengerjakan problem matematika, betapa ruwetnya memahami rumus fisika, dan begitu njelimetnya unsur-unsur kimia, maka saya berikrar : “setelah lulus SMA, saya tidak ingin lagi bertemu dengan yang namanya hitung-hitungan, rumus-rumus, dan unsur-unsur yang njelimet,ruwet, dan bikin otak mumet”. Begitulah sumpah itu terucap, sebuah sumpah yang akan saya sesali..

Walaupun UAN sudah berakhir, tapi saya belum lega, masih ada pertanyaan besar yang belum terjawab, yaitu “SAYA INI MAU JADI APA??”. Saat itu saya sadar bahwa saya tidak punya cita-cita yang jelas, sementara saya saat ini sedang diambang pintu menuju perguruan tinggi, saya akan membuat sebuah langkah besar yang akan menentukan masa depan saya, saya akan membuat salah satu keputusan terbesar dalam hidup saya, yaitu saya harus memilih akan melanjutkan kuliah ke mana? Fakultas apa? Jurusan apa?.  Pilihan yang saya ambil nanti akan menjadi pilihan yang berat, pilihan yang akan menentukan akan jadi apa saya nanti. Saya benar-benar ragu dan bimbang, saya sudah konsultasi ke guru, keluarga, dan senior-senior yang sudah kuliah. Mereka memberi wejangan yang berbunyi “ dalam hidup itu kita harus memilih, dan dalam membuat keputusan kita harus fikirkan cost dan benefit dari pilihan yang akan kita ambil, fikirkan konsekuensinya, fikirkan dampaknya terhadap masa depan kamu, oleh sebab itu jangan asal memilih, pilihlah nomor 2!!.. *ini sih wejangan dari tim sukses capres yang lagi kampanye*

Pencerahan itu akhirnya datang setelah diskusi dengan ayah saya, dia benar-benar tau bagaimana cara mempengaruhi otak saya, dia berkata “..kalau ayah sih tidak mau memaksakan kehendak, semuanya terserah wawan saja, yang menjalani kan wawan..” saya bahagia sekali punya ayah yang tidak memaksakan kehendak pada anaknya, tapi ternyata ayah saya belum selesai ngomong “tapi kalau ayah lihat di Riau ini jadi guru cukup menjanjikan, gajinya lumayan besar, ditambah lagi tunjangan dari PEMDA, apalagi kalau bisa jadi PNS, lihat saja paman-paman dan tante-tante wawan kebanyakan guru, mereka berhasil semua, hidupnya senang, bla..bla..bla..nguing..nguing..nguing..2 jam kemudian…saya punya cita-cita, I WANNA BE A TEACHER. Not just a teacher, but, a genius good looking teacher. Rencana masa depan langsung terbayang, jadi guru, punya istri-istri (heh, satu saja cukup) cantik dan soleha, punya anak-anak yang lucu, naik jabatan jadi kepala sekolah, naik lagi jadi kepala dinas pendidikan, lalu puncak karir menjadi menteri pendidikan, oh..indahnya hidup ini.

Setelah akhirnya memiliki cita-cita, saya mengikuti jalur PBUD (pemilihan bibit unggul daerah), lalu saya pilih jurusan apa?? Sesuai dengan sumpah yang telah terikrar, saya memilih jurusan pendidikan bahasa inggris dan bahasa Indonesia, tidak ada hitung-hitungan dan rumus-rumus. Jalur PBUD ini adalah jalur paling nikmat sedunia, kita tidak perlu tes tertulis, cukup mengirimkan persyaratan administrasi saja. Setelah mengirimkan persyaratannya, saya dan teman-teman yang lain mulai deg-degan menunggu pengumuman. Ketika pengumumannya keluar, saya tersenyum, ada 2 hal yang membuat saya tersenyum, pertama saya lulus, yang kedua, pengumumannya di Koran cooooyyy…ini pertama kalinya nama saya muncul di Koran (walaupun sebelumnya pernah juga keluar nama wawan di Koran, tapi itu pengumuman orang hilang, jadi bukan wawan saya).
Setelah dibaca lagi keterangannya, senyum saya yang tadinya lebar mulai mengkerut, karena khusus fakultas pendidikan masih ada tes wawancara. Saya mulai mempersiapkan diri untuk tes wawancara, dimulai dari mencari outfit yang paling keren. Setelah mengecek lemari, ternyata celana saya jeans semua, saya langsung ke tukang jahit, bikin celana bahan. Trus keliling pasar mencari kemeja formal, saya mengelilingi seluruh pasar, masuk ke setiap toko pakaian, saya tidak mau asal beli, saya mau kemeja terbaik untuk interview ini, setelah akhirnya dua kali mengelilingi pasar, akhirnya saya mendapatkan kemeja itu, warnah hitam dan bergaris-garis putih halus, uh..elegan sekali. Setelah masalah outfit selesai, saya mulai mempersiapkan diri untuk interview bahasa inggris, membaca buku-buku tips lulus interview bahasa inggris dan berlatih bicara bahasa inggris. Setelah sekitar dua minggu seperti orang gila ngomong sendiri dalam bahasa inggris, hari H pun tiba. Dan ada dua hal yang sangat mengejutkan, pertama, semua peserta memakai kemeja putih, kedua, interviewnya dalam bahasa Indonesia (jadi persiapan gila-gilaan saya selama dua minggu ini buat apaaaaa????). Setelah menjawab pertanyaan “kamu berapa orang bersaudara??”, “pekerjaan orang tua apa??”,  “apa yang kamu ketahui tentang kampus ini?”,”kenapa kamu mau menjadi guru?”..bla..bla..bla..2 minggu kemudian..pengumuman keluar..saya tidak lulus. Seperti itulah kronologis melayangnya kesempatan paling enak di dunia untuk melanjutkan ke universitas, saya kesal dan protes kepada tuhan, why me??..bukankah banyak teman-teman saya yang persiapannya asal-asalan, kenapa mereka bisa lulus?? Kenapa harus saya yang tidak lulus?? Why me??..
Setelah jalur PBUD gagal, maka jalur selanjutnya yang akan saya tempuh adalah SNMPTN, ini jalur paling tidak enak sedunia, sudahlah soal-soal tesnya susah, di tambah lagi saingannya bejibun. Untuk mempersiapkan diri menghadapi SNMPTN, saya memutuskan ikut bimbel di Pekanbaru, sebenarnya keputusan ini terlambat karena paket bimbel untuk SNMPTN sudah dimulai sejak sebulan yang lalu, jadi saya masuk di tengah-tengah pelajaran. Ibarat membaca novel, maka saya tiba-tiba sudah berada bagian konflik yang sedang panas-panasnya. Misalnya ketika masuk kelas fisika untuk pertama kali tiba-tiba gurunya langsung membahas soal tingkat advance tentang optika fisis atau listrik statis,benar-benar konflik panas yang membuat saya keringatan diruangan ber-AC dengan suhu 20 derajat celcius. Setelah kelas berakhir saya masih kurang mengerti atau lebih tepatnya tidak mengerti sama sekali, maka saya coba diskusi dengan teman di sebelah saya, yang saya tanyakan bukan tentang rumus-rumus yang tadi diajarkan atau tentang cara mengerjakan soal yang tadi dijelaskan melainkan sebuah pertanyaan paling mendasar dan fundamental yaitu..”tadi itu kita belajar tentang apa ya??”.
Ujian terberat dari SNMPTN ini bukan hanya soal-soal tesnya, tetapi juga proses panjang selama mendaftar, mulai dari mengantri formulir yang panjang antriannya mengalahkan panjang antrian pembagian BLT sampai dengan kegundahan hati dalam menentukan pilihan universitas dan jurusan yang akan diambil. Setelah cita-cita untuk menjadi guru hampir padam, saya kembali gundah gulana memikirkan ingin jadi apa saya, setelah kembali berdiskusi dengan ayah dan kakak saya, akhirnya saya memutuskan untuk mengambil pilihan pertama kedokteran, pilihan kedua guru bahasa inggris. Pilihan pertama karena ikut-ikutan kakak saya, pilihan kedua karena..seperti yang telah saya jelaskan di atas, wejangan ayah saya. Rencana masa depan kembali saya susun, menjadi seorang dokter yang tampan, punya istri-istri (woi woi..satu saja..satuuuuuuu) yang cantik, soleha dan dokter juga, lalu mengambil spesialis bedah, lalu menjadi dokter bedah paling terkenal se Indonesia, dan di puncak karir menjadi dokter kepala sebuah rumah sakit besar dan menjadi dosen di fakultas kedokteran universitas terkenal, oh..indahnya hidup ini.
Hari yang tidak ditunggu-tunggupun tiba, saya berangkat ke lokasi ujian yang telah di tetapkan. Persiapan selama seminggu terakhir saya lakukan secara gila-gilaan, usaha saya benar-benar sudah maksimal. Tapi, soal-soal yang keluar di SNMPTN ini susahnya naudzubillahiminzalik, belum lagi ada nilai minus untuk jawaban salah, dan sebagai seorang yang telah bersumpah tidak ingin lagi berjumpa dengan yang namanya fisika, matematika, dan kimia sementara semua makhluk itu ada dalam tes SNMPTN ini, maka lengkaplah sudah penderitaan saya. Dan ketika saya memasukkan nomor ujian saya di salah satu situs untuk mengecek kelulusan di internet, yang muncul adalah tulisan “maaf, nomor ujian anda tidak terdaftar sebagai peserta yang lulus SNMPTN”. Hati saya hancur berkeping-keping membaca tulisan itu, yang lebih sakit lagi adalah mendapat sms dari teman-teman bimbel saya yang kerjaannya di kelas ngorok malah lulus. Saya kembali bertanya pada tuhan “why me?”..kenapa saya yang tidak lulus, kenapa bukan mereka yang di kelas kerjaannya ngorok?? Why me?? Why me??..
Selain SNMPTN, saya juga ikut tes perguruan tinggi kedinasan, saat itu saya mengikuti tes sekolah tinggi ilmu statistic (STIS). Ini sekolah enak banget, sudahlah kuliahnya gratis, begitu lulus langsung bekerja di Badan Pusat Statistik, keren sekali. rencana masa depan pun kembali saya susun, menjadi seorang statistician, punya istri cantik dan soleha, dan puncak karir menjadi kepala Badan Pusat Statistik. tapi, untuk menjadi mahasiswa sekolah ini tesnya banyak dan berlapis-lapis, pertama  tes tertulis, lalu ada psikotest, lalu ada tes wawancara, lalu ada tes kesehatan. Rangkaian tes yang panjang itu hanya sekedar informasi, saya sudah tersungkur di tes pertama, ujiannya tidak kalah susahnya dengan SNMPTN, ditambah lagi pertanyaan tentang pengetahuan umum misalnya “pada tanggal berapakah michael jackson meninggal dunia??..yang saya jawab dengan bergumam dalam hati ”hanya Michael jackson dan tuhan yang tau”
Setelah semua kegagalan itu, maka harapan saya untuk memasuki perguruan tinggi negeri (PTN) hanyalah jalur ujian non-reguler. Ini bisa disebut ujian sisa-sisa, karena pesertanya adalah orang-orang yang tidak lulus SNMPTN. Di pekanbaru ada dua PTN yaitu Universitas Riau (UR) dan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim (UIN). Saya mendaftar untuk mengikuti ujian di kedua PTN ini, jadwal ujian pertama adalah di UIN. saya kembali harus mengantri dan mengikuti semua prosedur pendaftaran yang panjang, ketika akan mengisi formulir kembali saya dihadapkan pada pilihan jurusan yang akan saya ambil, dan karena jurusan paling terkenal di universitas para calon ustadz ini adalah Tekhnik Informatika, maka pilihan pertama saya isi dengan Tehnik Informatika seolah-olah otak saya ini mampu mencerna bahasa pemrograman seperti Pascal, C++, atau java padahal rumus-rumus Microsoft excel saja sudah bikin saya pusing.
Sesuai dengan namanya, UIN ini adalah universitas islam, maka peraturannya pun cukup ketat, misalnya tidak boleh pakai jeans dan kaos, semua wanita harus menggunakan jilbab dan berpakaian muslimah, semua fakultas mewajibkan pelajaran bahasa arab, dan lain-lain. Bagi saya itu tidak masalah, itu semua malah bagus bagi saya untuk menjadi lebih religious, sayapun mulai kembali menghayal tinggi dan menyusun rencana masa depan, tamat dari UIN saya akan melanjutkan S2 ke mesir, lalu seperti dalam film ayat-ayat cinta saya mendapat istri seorang wanita mesir yang super cantik jelita dan bisa masak masakan padang. Lalu istri saya itu saya ajak pulang ke tanah air (setelah sebelumnya saya ajari bahasa minang dan bahasa melayu), lalu saya akan menjadi dosen, lalu naik jabatan menjadi dekan dan puncak karir menjadi rector di sebuah universitas islam, sebuah mimpi yang sempurna.
Hari ujian pun datang, saya datang pagi-pagi karena takut telat, ketika saya sampai di lokasi ujian saya masih punya waktu sekitar satu jam. Jadi saya duduk di luar ruangan menunggu waktu ujian sambil membaca prediksi soal dan pada saat itu saya baru sadar bahwa saya berada dalam masalah besar, dalam ujian ini ada ujian bahasa arab, BAHASA ARAAAAAB. Saya sangat panic karena sama sekali tidak bisa bahasa arab,skill bahasa arab saya hanya sebatas “ahlan wasahlan, ente bahlul, dan la tahzan (inipun saya tau dari judul buku). Saya merasa putus asa sampai akhirnya saya menyadari bahwa peserta yang duduk di sebelah saya adalah anak pesantren..”Aha..dia pasti bisa bahasa arab”. Saya langsung mendekatinya dan mengajak ngobrol ngalor ngidul dan tertawa haha hihi sampai akhirnya ketika saya merasa situasi cukup kondusif saya langsung menyampaikan permintaan saya “akhi, saya benar-benar butuh pertolonganmu, saya tidak bisa bahasa arab sama sekali, bersediakah engkau memberikan saya contekan nanti??”..dan jawabannya adalah..”insyaallah akhi”..ALHAMDULILLAAAAAAAAAAAAHHHHHHHH..
Ujianpun dimulai, saya sangat optimis dengan ujian ini, pertama karena saingan saya sepertinya sampah masyarakat semua, ada yang rambutnya sebahu, ada yang pakai piercing di telinganya bahkan ada yang merokok sebelum masuk ruangan tadi. Alasan kedua karena saya punya anak pesantren ini yang akan membantu saya dalam masalah bahasa arab, jadi peluang lulus sepertinya cukup besar. semua pelajaran umum saya kerjakan sendiri, untuk bagian bahasa arab saya tinggalkan dulu, menunggu saat yang tepat, dan ketika pengawasnya keluar saya langsung memberi kode sambil berbisik “psstt..psstt..akhi, perlihatkanlah lembar jawabanmu itu padaku”. Dia langsung menggeser lembar jawabannya ke pinggir meja sehingga terlihat jelas oleh saya, tanpa basa basi langsung saya salin,setelah beberapa saat, ketika saya asyik menyalin dia berbisik “akhi, kenapa lama sekali, jumlah soal bahasa arab kan hanya 30”..saya menjawab “oh,.afwan akhi, saya salin sekalian yang sejarah islam,hehe..”.
Dua minggu kemudian, pengumuman keluar, and guess what?? Saya tidak lulus. Setelah saya hitung-hitung lagi, ternyata dari 20 orang di ruangan saya, yang lulus 15 orang. Saya benar-benar tidak percaya, yang tidak lulus hanya 5 orang, dan saya termasuk dalam 5 orang itu. Saya kembali bertanya kepada tuhan “why me??”..kenapa saya yang tidak lulus?? Kenapa bukan mereka yang rambutnya sebahu, yang telinganya memakai piercing, yang bahkan santai-santai merokok sebelum ujian.

Tes terakhir dan harapan saya satu-satunya tinggal ujian non-reguler universitas riau, dan pilihannya sangat terbatas. Yang tersisa hanyalah fakultas-fakultas dan jurusan-jurusan yang kurang diminati, dan dari semua yang tersisa itu yang paling realistis untuk saya ambil hanyalah FMIPA. Dan jurusan yang saya pilih adalah matematika dan biologi, saya mengikuti tes dengan penuh harap, saya melupakan semua kegagalan dan kekecewaan yang pernah saya alami, saya lakukan yang terbaik yang saya bisa. Pada akhirnya, ketika pengumumannya keluar, untuk kedua kalinya nama saya muncul di Koran. Saya lulus di jurusan matematika.

Ketika saya lulus, saya merasa ada kebahagiaan di hati saya, namun pada saat itu saya juga menyadari bahwa saya adalah mahluk paling egois di dunia ini. Ketika saya tidak lulus dan gagal  saya selalu bertanya “why me?”..kenapa bukan mereka yang lebih malas daripada saya. Ketika menderita penyakit saya selalu bertanya “why me?”..kenapa bukan mereka yang punya kemampuan dan banyak harta untuk berobat. Ketika ditimpa musibah, saya selalu bertanya “why me?” Kenapa bukan mereka yang jarang beribadah dan selalu bermaksiat. Setiap kali saya mendapat suatu kesulitan, kesialan, dan kesusahan saya selalu bertanya “WHY ME?.. WHY ME?..WHY ME?..”

Namun saya lupa, ketika saya lulus, ketika mendapat kesenangan, anugerah, dan harta yang berlimpah..saya tidak pernah bertanya “WHY ME?”..kenapa bukan mereka yang lebih pantas menerimanya?


Read more

Kamis, 14 April 2011

My Plan VS God's Plan...#Chapter-1

0 komentar

Chapter 1- "Ujian Akhir Nasional" is killing me..

Saya bingung bagaimana cara memulai cerita ini, tapi agar cerita ini terasa indah, saya akan memulai cerita ini dari masa-masa paling indah, do you know when??..ya, masa-masa paling indah adalah masa-masa ketika berhasil malingin rambutan tetangga sebelah,haha..engga lah, masa paling indah itu ya masa-masa di sekolah, lebih spesifik lagi yaitu masa SMA, lebih spesifik lagi yaitu masa SMA kelas XII. Saat-saat di mana wajah lagi tampan-tampannya, uang jajan sedang lancar-lancarnya, pacar lagi sayang-sayangnya, junior sedang hormat-hormatnya, guru sedang baik-baiknya, main basket lagi menang-menangnya, style rambut lagi keren-kerennya, otak lagi bodoh-bodohnya (ga apa-apalah, yang penting gaya, iya ga??), intinya, masa-masa itu adalah masa-masa terindah dalam hidup.kira-kira seperti itulah gambaran indahnya masa SMA yang saya impikan, seperti yang saya lihat di sinetron dan film. Namun sayang, mimpi tinggal mimpi, masa SMA saya cenderung berbanding terbalik dengan semua itu, wajah lagi berjerawat-jerawatnya, uang jajan segitu-gitu aja, pacar kaga ada, rambut panjang dikit guru langsung ngerazia, pokonya kalau kata orang jawa masa SMA saya itu “NELONGSO”..artine opo?? Mboh, ora ngerti aku, sing penting nelongso. Dan pelengkap derita adalah Ujian Akhir Nasional yang segera datang, benar-benar “nelongso”..

Untuk menghadapi UAN, sekolah saya mengadakan program terobosan, yaitu kelas tambahan bagi kelas XII. Kelas tambahan ini diadakan sore hari, dan karena rumah saya jauh dari sekolah, saya tidak bisa pulang untuk sekedar makan siang, mandi atau ganti baju. Biasanya setelah kelas biasa selesai, saya dan salah satu teman saya yang senasib bernama dicky akan langsung menuju rumah makan favorit kami, namanya rumah makan “UNIANG”, hampir setiap hari kami makan di situ, tak pernah berpaling ke tempat lain. Hal yang membuat kami menjadi pelanggan tetap di situ bukan makanannya, bukan pula pelayanannya, trus apa dong?..percakapan saya dengan salah satu teman cewe saya waktu sma akan menjawabnya:

Teman : kalian kok makan di situ terus sih, enak banget ya makanannya??

Saya    : mmhh..engga juga.

Teman : trus kenapa dong??

Saya    : mmhh..di sana itu kalau pelajar dapat diskon Rp 1000, hehe..

Teman : sudah kuduga..

Ya, tampang-tampang KEREN (untuk membaca dengan benar, hilangkan huruf terakhir) seperti kami memang mudah ditebak, apalagi kalau bukan harga yang lebih murah yang membuat kami betah di sana. Biasanya selesai makan, sholat, cuci muka, kami balik lagi ke sekolah untuk kelas tambahan. Ketika teman-teman lain yang rumahnya dekat dari sekolah sudah kembali dengan baju keren, wajah segar dan ceria, serta aroma yang wangi. Maka kami kebalikannya, masuk kelas masih memakai seragam yang lusuh, rambut kusut, muka jelek (maksud saya muka si dicky, kalau muka saya sih tampan selalu,hehe..) dan aroma kurang sedap. Selesai kelas tambahan, saya langsung pulang ke rumah yang jaraknya lumayan jauh, sampai di rumah saya biasanya kelelahan. So, instead of studied at night, I went to bed, slept tight and had a sweet dream,hehe..

Semakin dekat dengan UAN, saya semakin khawatir dan tidak tenang. Ditengah kegundahan itu saya mendadak menjadi sangat religious, sholat semakin rajin, saya selalu berdoa setelah sholat mengharapkan bantuan dari allah SWT, semakin rajin membaca al-qur’an, rajin bersedekah, selalu berbuat baik kepada orang lain, intinya setiap ada kesempatan berbuat baik akan saya lakukan, seperti membantu kakek-kakek menyeberang jalan, membantu anak tetangga mengambil layangan yang nyangkut di pohon dan sampai-sampai membantu ibu memasak di dapur (lah, belajarnya kapan???)

Ujian Akhir Nasional semakin mendekat dengan kecepatan tinggi, bagaikan kecepatan gelombang tsunami menuju pantai yang akan menghancurkan dan memporak-porandakan masa depan para siwa yang tidak mempersiapkan dirinya dengan baik. Sialnya, saya termasuk kategori siswa yang persiapannya biasa-biasa saja, tidak ada persiapan extra, seolah-olah semuanya akan baik-baik saja. Satu hari menjelang ujian nasional, semua siswa kelas XII di sekolah saya mengadakan konferensi, membahas strategi menghadapi UAN. Tempat berkumpul adalah rumah salah seorang siswa, pada saat itu saya senang sekali ada konferensi itu, berharap apapun keputusan dari konferensi itu bisa memudahkan saya melewati UAN ini. Diskusi dilaksanakan di lantai dua, tapi karena keterbatasan tempat dan saya datangnya agak telat, maka saya dan banyak siswa lainnya tidak bisa naik ke lantai dua. Jadi kami hanya duduk bengong di lantai bawah dan tidak tau menau mengenai apa yang didiskusikan mereka, yang saya dengar dari teman saya, mereka sedang merencanakan sebuah konspirasi besar. Satu-satunya keuntungan yang saya dapatkan dari konferensi ini adalah si tuan rumah menyediakan makanan-makanan kecil dan minuman, lumayan.

Akhirnya hari yang akan menentukan masa depan saya itu datang juga, I went to the big war with very less preparation.i studied hard indeed, but like wise man said “it’s impossible to have a perfect preparation”. Saya sudah belajar keras, selalu berdoa setelah sholat, rajin puasa, rajin sedekah, mungkin kalau saya banyak duit saya sudah berangkat haji untuk berdoa di tanah suci memohon kemudahan saat ujian, semakin mendekati UAN saya semakin dekat kepada tuhan (ini yang namanya ada udang dibalik batu, baru ibadah kalau ada mau).

Ujian hari pertama dimulai dengan pelajaran Bahasa Indonesia. Untuk ujian pertama tidak ada masalah, Bahasa Indonesia masih bisa diatasi. Masalah itu muncul pada ujian kedua, ada beberapa masalah yang muncul pada ujian kedua ini, yaitu:

·         masalah pertama bernama matematika
·         masalah kedua bernama pengawas (dua orang wanita dengan wajah galak dan mata yang   tajam)
·         masalah ketiga saya membenci matematika
·         lebih-lebih pengawasnya..ujian ini seperti neraka, neraka jahannam tepatnya.

Ujian belum mulai tapi keringat dingin sudah mulai bercucuran. Setelah membagikan seluruh soal dan lembar jawaban, pengawas mengatakan ‘’..ujian dimulai..”

Setelah berdoa, saya mengatur nafas dan coba menenangkan diri, setelah itu barulah saya membuka soal dengan perlahan, mata saya langsung tertuju pada soal nomor 1,  saya tersenyum, sepertinya pertanda bagus, soal pertama tidak terlalu sulit, corat-coret sedikit, jawabannya langsung dapat. Sungguh sebuah awal yang bagus, lanjut ke nomor 2, saya masih tersenyum, tingkat kesulitannya meningkat sedikit, tapi masih bisa saya atasi. Keadaan yang sungguh membahagiakan ini terus berlanjut sampai saya mencapai soal nomor 10. Tapi..kebahagiaan itu ternyata hanya sesaat, soal nomor 11 terasa bagaikan sebuah tamparan bagi saya, tingkat kesulitannya sudah meningkat tajam, saya sudah coba memecahkan problem matematika tersebut, tapi saya tidak mampu, saya mulai nervous dan takut. Karena saya merasa nomor 11 terlalu sulit, saya memutuskan untuk melewatinya dan lanjut ke nomor 12, tapi hal yang lebih buruk terjadi, nomor 12 jauh lebih sulit dari nomor 11, saya semakin takut. Nomor 12 pun harus saya lewati tanpa bisa menjawab. Saya melanjutkan ke nomor 13, tapi alih-alih bisa menjawab, soalnyapun saya tak mengerti. Ya tuhan..saya mulai merasa putus asa, otak saya seperti berhenti bekerja, saya panic, saya terus melewati soal-soal itu tanpa mampu menjawab. Dan ketika saya sampai ke soal nomor 50, saya menyadari hanya 10 soal pertama yang mampu saya jawab. Saya diambang kehancuran..

Saya duduk dengan gelisah, masih mencoba mencorat-coret berurasaha menjawab soal, tapi, setiap kali saya berusaha keras menjawab soal itu, otak saya selalu hang. Saya sudah mempelajari semua materi ujian itu, tapi otak saya tidak mampu me-recall apa yang sudah saya pelajari, saya blank, saya terlalu takut, panic, dan putus asa. Saya merasa tidak ada yang bisa membantu saya. Di tengah keputus asaan itu saya mulai lirik kiri-kanan, melihat teman-teman saya, saya bisa melihat wajah mereka juga tegang dan cemas, melihat wajah mereka yang tegang, saya semakin tegang, semakin cemas dan panic. Keringat dingin mulai bercucuran, dada saya berdegup kencang, kaki saya bergetar,  dan  tiba-tiba saya kebelet pipis, ahh..sungguh waktu yang tidak tepat untuk kebelet pipis.

Saya berusaha menahan untuk tidak keluar karena akan menghabiskan waktu, tapi setelah saya fikir-fikir, di dalam saya juga tidak bisa menjawab. Lebih baik saya keluar sebentar, menghirup udara segar, menenangkan diri, dan siapa tau ketika di luar tiba-tiba jatuh kunci jawaban dari langit, Ujian ini mulai membuat saya sakit jiwa. Saya memutuskan untuk ke toilet, saya berjalan tertunduk lesu menuju toilet, sempat beberapa saat memandang ke langit,  masih berharap kunci jawaban akan jatuh dari langit, dan tepat ketika saya akan masuk ke toilet, saya mendengar ada sesuatu yang jatuh ke tanah. Apakah ini sebuah keajaiban?? Apakah benar-benar kunci jawaban telah jatuh dari langit?? Saya langsung berbalik badan dan melihat ke bawah. Disana ada sesuatu tergeletak di tanah, Saya mendekat ke benda itu, tapi hati saya sangat kecewa menerima kenyataan pahit itu, itu bukan kunci jawaban melainkan seonggok kotoran burung merpati. Saya melihat keatas, ada seekor burung merpati sedang bertengger di dahan kelapa sawit, dia memandang ke arah saya, saya dapat mendengar dia berkata “..makan tuh kunci jawaban..”.

Keluar dari toilet, saya sudah mulai agak tenang sampai tiba-tiba seorang teman saya mengeluarkan pertanyaan yang membuat jantung saya hampir copot,

Teman : wan, dapat ga?

Saya    : dapat apa?

Teman : loh, kata teman-teman kunci jawabannya ditaruh di sekitar toilet..

Saya    : WHAAAAAAAATTTTTTT??..*kaget setengah mati

Tanpa dikomando saya langsung balik kanan, masuk lagi kedalam toilet, planga-plongo memeriksa setiap sudut toilet tersebut, saya periksa setiap inchi dari toilet itu, mengorek-ngorek setiap celah tapi tak saya temukan sepotong kertaspun. Saya keluar lagi dengan kecewa, sekarang di luar toilet sudah nambah lagi 3 orang. Lalu saya bertanya kepada mereka, dan jawabannya jauh lebih mengejutkan dari yang tadi, membuat jantung saya benar-benar copot :

Saya    : eh, beneran ga sih ada kunci jawaban di toilet?

Teman : iya, tapi katanya yang ada cuma buat jurusan IPS

Saya    : WHAAAAAAAAATTTTTTTTTT??..*lagi-lagi kaget setengah mati, tapi kali ini karena kecewa.

Ternyata inilah konspirasi besar yang kemarin direncanakan, saya tidak tau bagaimana mereka bisa melakukannya. Akhirnya saya memutuskan untuk kembali ke kelas, saya tidak ingin mengahabiskan waktu di toilet itu mengharapkan kunci jawaban yang tak pasti. Saya mempercepat langkah dan dengan sedikit buru-buru saya langsung memasuki ruangan. tepat ketika saya sudah sampai di tengah ruangan saya merasa ada sesuatu yang aneh tapi saya tidak tau apa. saya mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan, tapi tak saya temukan ada kursi yang kosong, seseorang mengisi kursi saya. Ketika saya ingin menanyakan perihal kursi itu kepada pengawas di ruangan itu, saya juga merasa ada yang aneh, saya melihat di wajah pengawas itu ada kumis dan jenggot. Saya masih ingat sekali tadi pengawas saya adalah wanita, bagaimana mungkin seorang wanita memiliki kumis dan jenggot?? Ah..ujian ini membuat saya linglung. Akhirnya jenggot dan kumis itu membuat saya sadar bahwa saya tidak berada di ruangan yang benar, saya langsung memutar badan dan keluar diiringi ledakan tawa para siswa di ruangan itu, yang paling keras dan bergema adalah suara tawa pengawas berkumis dan berjenggot itu, mereka benar-benar bersenang-senang di atas penderitaan saya, nasib saya benar-benar nelangsa..

***
Setiap kali mengingat momen-momen hari pertama ujian yang menentukan masa depan saya itu, saya kadang tersenyum, bahkan kadang-kadang tertawa, menertawakan diri sendiri. Setelah cukup lama berfikir, saya menyadari apa yang salah, saya tau kebodohan apa yang sudah saya lakukan. Seperti kata orang-orang, untuk berhasil itu butuh usaha dan doa, I’ve done both, saya sudah belajar keras dan saya juga sudah berdoa siang dan malam memohon kemudahan pada saat ujian. So, what was wrong?? Hanya satu hal, saya berdoa tapi tidak yakin bahwa tuhan akan menolong saya, itu terbukti ketika saya begitu panic,takut, dan merasa tidak akan ada yang bisa membantu saya saat ujian,. Dan puncak ketidak yakinan saya adalah ketika saya bahkan berharap untuk mendapatkan bocoran kunci jawaban di dalam toilet, that was the stupidest thing I’ve ever done and I realized that I was a stupid pathetic idiot back then. saya lupa bahwa saya masih punya tuhan yang akan menolong saya, baik saya minta ataupun tidak, dia tetap akan menolong, buktinya saya lulus dengan nilai cukup memuaskan. Cukup sebuah pertanyaan sederhana yang membuat saya menyadari semua itu, yaitu..

"..how can you pray to the God that you don’t believe in..?”



Read more

Pengikut


| My Stupid Story | Design by Insight © 2009